Hariannusantara.com – Amerika Serikat dibawah pemerintahan Donald Trump terlihat sangat agresif dalam kebijakannya yang kerap kali memberikan sanksi kepada negara lain. Hal ini nampaknya dilakukan Trump untuk mengirimkan pesan kepada negara lain bahwa AS masih sebagai negara adidaya ‘yang terkuat’ sekaligus menepati janjinya untuk ‘make America great again’.
Ini semakin masuk akal setelah melihat pemberlakuan sanksi kepada Rusia yang notabene setara, bahkan sudah melampaui AS dalam bidang teknologi dan militer. AS ‘menghukum’ Rusia dengan membatasi ekspor, terutama barang-barang elektronik dan mengancam akan menambah sanksi tersebut jika dalam 90 hari sejak pemberlakuan sanksi pertama, Rusia tidak bisa memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan mengunakan senjata kimia dan biologi dalam bentuk apapun.
Memang hal ini nampaknya sepele bagi Rusia, namun jika hal tersebut dituruti Putin, secara psikologi AS akan merasa di atas angin karena merasa mampu mengontrol semua negara termasuk musuh bebuyutannya. Selain Rusia, Indonesia juga dituntut harus membayar denda akibat gagal memenuhi rekomendasi WTO terkait perdagangan produk hortikultura pada tahun 2017 silam. Tak tanggung-tanggung, Trump meminta Indonesia membayar $ 350 juta atau setara 5 triliun Rupiah karena dianggap mengeluarkan kebijakan yang telah membuat petani AS menderita kerugian sebesar $ 170 juta.
Baca juga:
– Trump Peringatkan Google, Facebook, dan Twitter
– Trump dan PM Jepang Sepakat Minta Kim Jong Un Sudahi Program Balistik
Menanggapi hal ini, pemerintah Indonesia mengambil langkah dengan melakukan permohonan untuk pembentukan tim penilai serta melakukan perbaikan kebijakan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 dan 24 Tahun 2018. Negara yang paling parah akibat manuver pemerintahan Trump baru-baru ini adalah Turki yang sampai menyebut bahwa sanksi AS tak layaknya seperti ‘menikam Turki di punggung’. AS menaikkan tarif impor baja dan aluminium dari Turki masing-masing 50 persen dan 20 persen.