Hariannusantara.com – Ekonomi dan mata uang negara-negara berkembang di Asia mengalami tekanan berat dalam beberapa pekan terakhir. Seberapa kuat Asia dalam menghadapi gejolak ekonomi global saat ini? Penguatan ekonomi Amerika, menguatnya nilai dolar AS dan meningkatnya ketegangan perdagangan telah menyebabkan kelesuan di pasar negara-negara berkembang selama beberapa minggu terakhir.
Kian banyak pula investor yang kemudian menarik aset dan memindahkan uang mereka ke AS. Arus masuk investasi asing ke negara-negara berkembang pun menyusut jadi hanya 2,2 miliar dolar AS di bulan Agustus, demikian menurut sebuah laporan dari Institut Keuangan Internasional (IIF). Sebulan sebelumnya, yaitu pada Juli, pasar di wilayah ini masih bisa melihat arus masuk di portofolio sebesar $ 13,7 miliar.
Kebijakan bank sentral AS untuk tetap menormalkan kebijakan moneter dengan cara menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali lagi sebelum akhir tahun ini telah berdapak terhadap kondisi keuangan negara lain di dunia. Beberapa negara Asia juga terpukul keras oleh aksi jual aset di pasar negara berkembang, nilai mata uang mereka terhadap dolar AS pun merosot. Situasi ini memicu kekhawatiran bahwa Asia akan kembali berada di ambang krisis keuangan seperti yang terjadi tahun 1997-1998.
Baca juga:
– Bikin Galau! Dolar Tembus Rp 15.125
– Rupiah Terus Melemah, Aktivis KAMMI Kepung Istana
Rupiah merosot ke level terendah sejak krisis keuangan Asia pada akhir tahun sembilan puluhan itu. Sejak awal tahun, rupiah telah turun 9,2 persen terhadap dolar AS. Namun mata uang Asia dengan kinerja terburuk tahun ini adalah rupee India, yang nilainya menukik turun sekitar 12 persen terhadap dolar AS. Tidak semua negara Asia terkena dampak negatif. Mata uang Thailand, baht, misalnya, tetap tangguh dalam menghadapi kemunduran pasar.