Hariannusantara.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi, mengusulkan agar pemerintah menghentikan subsidi kapal ternak yang mengangkut sapi dari Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Hal itu sebagai salah satu cara menurunkan mahalnya harga daging sapi menjelang Hari Raya Idul Fitri.
“Soal kapal ternak diberhentikan saja. Karena itu menggunakan subsidi dari negara,” kata Viva, Sabtu (18/6/2016).
Dia menjelaskan, selama ini pemerintah memberikan subsidi uang transportasi untuk setiap ekor sapi sebesar 500 ribu rupiah. Sementara sapi yang diangkut dari NTB dan NTT itu hanya untuk menyuplai satu persen kebutuhan kota di wilayah Jabodetabek, Jawa Tengah dan Surabaya.
“Apakah mungkin menyuplai satu persen bisa melakukan intervensi menurunkan harga pasar? Enggak mungkin. Maka berhentikan saja (subsidi kapal ternak), karena itu uang negara. Tidak akan mampu (menurunkan harga daging di pasar),” ujarnya.
Dilihat dari sisi penawaran dan permintaan, Viva menilai kenaikan harga daging sapi bisa disebabkan oleh tiga hal. Diantaranya karena stok daging berkurang, kemandekan di jalur distribusi, dan adanya potensi penimbunan daging sapi.
“Kata Kementerian Pertanian stok (daging sapi) aman. Kalau saya, itu perlu dicek ulang. Amannya bagaimana, kok malah terjadi kenaikan,” ujar Viva.
Politisi PAN ini menduga, harga daging sapi sebesar 80 ribu rupiah per kilo merupakan daging beku impor. Sementara masyarakat lebih senang daging lokal yang masih segar dibanding daging beku impor.
“Para pelaku usaha dengan menjual Rp80 ribu per kilogram sudah dapat untung. Saya sudah cek harganya,” kata Viva.
Viva berharap ke depannya pemerintah dapat memperbanyak sentra produksi peternakan dengan menambah jumlah populasi dan penggunaan teknologi. BUMN peternakan perlu dimanfaatkan untuk mendapatkan sapi dari masyarakat.
Viva juga mengusulkan agar pemerintah melakukan program diversifikasi daging. Saat ini untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, pemerintah lebih fokus pada daging sapi. Sementara daging kerbau dianggap yang relatif lebih murah dan memiliki protein hewani yang lebih tinggi dibanding sapi, tidak jadi prioritas.
“Kita punya kerbau lokal, kalau hanya sapi, pemerintah ini ada apa, jangan-jangan pemerintah melakukan abuse of power, hanya melakukan importasi yang berasal dari negara-negara tertentu. Jangan sampai terkesan seperti itu,” pungkasnya.