Hariannusantara.com – Konflik berkepanjang yang terjadi antara umat Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya di Myanmar telah menyisahkan cerita pilu. Setidaknya ada sekitar 100 korban tewas akibat konflik tersebut. Tidak hanya menewaskan ratusan orang, konflik yang tejadi sejak 2012 membuat 120 ribu jiwa harus mengungsi akibat kehilangan tempat tinggal.
Namun pemerintah Myanmar telah menutup dua kamp pengungsian yang telah menampung pengungsi sejak lima tahun yang lalu. Pada bulan lalu pihak berwenang Myanmar telah merelokasikan setidaknya 55 keluarga Muslim Kaman dari tempat pengungsian yang terletak di daerah Ramree. Mereka dipindahkan ke kota terbesar Myanmar yakni Yangon.
“Relokasi orang-orang terlantar di kamp sekarang sudah selesai,” kata pejabat Kota Kyauk Phyu, Nyi Nyi Lin, seperti yang dilansir dari Anadolu.
Kemudian pada Kamis (11/5/2017), pihak berwenang Myanmar telah resmi menutup kamp pengungsian yang terletak di negara bagian Rakhine. Pihak berwenang Myanmar akan merelokasi 65 keluarga dari kamp pengungsian yang menampung warga Buddha. Semuanya di pindah ke desa Pyin Phyu Maw sejak bulan lalu.
Kemudian pihak berwenang Myanmar juga akan merelokasi 215 keluarga Muslim Rohingya. Setidaknya mereka akan dipindahkan dari kamp yang telah ditempati selama lima tahun terakhir ini sebelum musim penghujan di Myanmar. Pihak berwenang tengah mencari cara untuk memfasilitasi para pengungsi supaya dapat membaur dengan warga lokal.
“Kami akan menutup kamp ketiga sebelum musim hujan tiba. Mencari cara untuk memfasilitasi mereka agar dapat berintegrasi kembali dengan masyarakat lokal, adalah tantangan besar,” kata juru bicara pemerintahan Raknine, Min Aung.
Pemerintah daerah sangat mendukung upaya relokasi warga pengungsi supaya mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Untuk merealisasikan hal tersebut, pemerintah daerah akan menyediakan sejumlah fasilitas seperti rumah, tanah, dan bantuan lainnya. Pemerintah juga memberikan pinjaman yang dapat digunakan sebagai modal usaha sehingga mereka bisa memulai kehidupan baru dan dapat mandiri secara finansial.
“Kami juga berencana memberikan pinjaman kecil agar mereka bisa memulai kembali pekerjaan mereka,” kata Kyauk Phyu, Nyi Nyi Lin.