Pemerintah Myanmar Tahan Beberapa Anak Rohingnya Terkait Pemberontakan

Pemerintah-Myanmar-Tahan-Beberapa-Anak-Rohingnya-Terkait-Pemberontakan

Pemerintah-Myanmar-Tahan-Beberapa-Anak-Rohingnya-Terkait-PemberontakanHariannusantara.com Konflik yang terjadi di Myanmar beberapa tahun belakangan ini telah memakan banyak korban, terlebih anak-anak dan para wanita. Tidak sedikit korban tewas akibat konflik yang terjadi dengan etnik Burma dan etnik Rohingnya, akibatnya banyak etnik Rohingnya yang mencari suaka dari Negara-Negara ASEAN atau Australia. Namun sayangnya, jumlah warga Rohingnya yang tetap tinggal terbilang cukup banyak.

Pada bulan Oktober 2016 lalu, terjadi insiden penyerangan yang melibatkan kelompok pemberontak yang disinyalir telah menewaskan beberapa anggota kepolisian yang berada di perbatasan Rakhine. Akibatnya ada beberapa anak-anak yang ikut ditahan karena dianggap sebagai pemberontak dalam insiden itu.

Dalam Laporan eksklusif yang dilakukan oleh Reuters pada hari Rabu (16/3/2017), menyebutkan bahwa anak-anak sekitar umur 10 tahun menjadi bagian dari ratusan Muslim Rohingnya yang ditahan oleh militer Myanmar. Anak-anak tersebut ditahan karena diduga ikut menjadi bagian dari komplotan pemberontak yang menyerang kepolisian Myanmar pada bulan Oktober lalu. Reuters juga mengungkapkan ada sekitar 400 orang yang menjadi tahanan sejak saat itu.

“Kami menangkap mereka yang terkait penyerang, anak-anak atau bukan, namun pengadilan yang memutuskan mereka bersalah atau tidak,” kata Kapten polisi, Than Shwe.

Pihak kepolisian Myanmar mengungkapkan bahwa tahanan anak-anak tersebut mengaku jika mereka telah bekerja untuk para pemberontak. Polisi juga mengungkapkan bahwa tahanan tersebut dibagi menjadi 2 yakni tahanan dewassa dan tahanan anak-anak. Namun terkait dengan proses hukumnya akan dilakukan secara adil baik tahanan anak-anak maupun tahanan dewasa.

Loading...

Menurut Informasi yang diterima oleh Reuters, bahwa ada 423 orang yang menjadi tahanan Unlawful Associations Act. Usia rata-rata tahanan di sana sekitar 34 tahun, yang termuda yakni usia 10 tahun sedangkan yang tertua 75 tahun dimana keseluran dari tahanan tersebut adalah laki-laki. Reuters memperoleh informasi berdasarkan dokumen kepolisian bertanggal Maret 2017, polisi mengatakan jika beberapa anak mengaku bekerja untuk para pemberontak.