Hariannusantara.com – Kenaikan harga BBM jenis premium ibarat sebuah drama, sempat mencapai puncak namun kembali ke alur datar. Sudah terlanjur diumumkan naik oleh Menteri ESDM Jonan Ignasius tetapi tiba-tiba diralat, Presiden Jokowi mau tak mau harus kena getahnya. Jokowi akhirnya dituding mencla-mencle. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ikut mengkritik langkah pemerintah yang sempat menaikkan harga premium meski akhirnya diputuskan ditunda.
Fahri seperti dikutip dari laman CNN Indonesia, Rabu (10/10/2018), menyebut manajemen Jokowi mirip tukang gorengan dan pecel lele. Fahri kemudian membandingkan kenaikan harga BBM di era Soeharto, yang langsung dilakukan oleh Soeharto pada tengah malam dan langsung berlaku efektif esok harinya. Politisi Demokrat Ferdinand Hutahaean juga mencibir Jokowi. Ia menuding Jokowi tidak konsisten dengan janji kampanyenya pada Pemilu 2014 lalu.
Terlebih lagi, Menteri Jonan tak mungkin mengumumkan kenaikan premium tanpa terlebih dahulu mendapat arahan dari Jokowi. Namun kemudian keputusan diralat, tak lain tujuannya untuk meraih simpati dari publik. Tetapi bagi Ferdinand, sikap Jokowi itu tak lain seperti ‘pahlawan kesorean’. Rekan Ferdinand di Demokrat, yakni Andi Arief juga membombardir PDIP, partai yang selama ini dikenal sebagai partai wong cilik. Andi Arief lantas mempertanyakan ‘tangisan PDIP’ atas kenaikan BBM jenis pertamax. Padahal sebelumnya, pemerintah mengklaim tidak akan menaikkan harga.
Baca juga:
– Gerindra Sebut Jokowi Bakal Hadapi Masalah Besar Pasca Kasus Ratna Sarumpaet
– Jokowi Berikan Instruksi Terkait Gempa dan Tsunami Sulawesi Tengah dan Sekitarnya
Risiko cibiran ini memang menjadi konsekuensi bagi Jokowi sebagai akibat ketidakkonsistenan menaikkan harga premium. Boleh jadi Jokowi memang ingin mempertahankan citranya sebagai pemimpin yang pro rakyat dengan menunda kenaikan premium. Meskipun hal itu diprediksi tidak akan bertahan lama. Ujung-ujungnya, pemerintah tampaknya akan menaikkan harga premium. Hal itu terpaksa dilakukan mengingat dolar AS yang terus perkasa ditambah konsumsi BBM dalam negeri yang sebagian besar harus dipasok melalui impor.