Hariannusantara.com – Kekayaan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin mayoritas dari harta berupa tanah dan bangunan senilai Rp 61,7 miliar. Sayangnya kini ia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan izin pembangunan proyek superblok Meikarta milik Lippo Group seluas 774 hektare, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Politikus Golkar ini ditetapkan menjadi tersangka bersama sejumlah pejabat Pemkab Bekasi karena diduga menerima suap sebanyak Rp 7 miliar dari komitmen pemberian senilai Rp 13 miliar.
Suap itu diduga diberikan oleh Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro, bersama-sama dengan Taryudi dan Fitra Djaja Purnama sebagai konsultan Lippo Group, dan Henry Jasmen yang merupakan pegawai Lippo Group. Keempatnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam perjalanan kariernya, Bupati Bekasi dua periode itu sudah beberapa kali melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dilaporkannya pada 5 Juli 2018 ke KPK, Neneng tercatat memiliki total harta kekayaan Rp 75 miliar.
Namun Neneng juga memiliki utang sebesar Rp 1,65 miliar, sehingga harta kekayaannya setelah dikurangi utang senilai Rp 73,4 miliar. Harta kekayaan yang dilaporkan Neneng usai menjadi Bupati Bekasi periode kedua 2017-2022 itu lebih tinggi dari LHKPN miliknya pada 22 Mei 2015 saat masih menjabat Bupati Bekasi periode pertama 2012-2017. Saat itu, total harta kekayaan Neneng Rp 42,8 miliar dengan utang Rp 5,4 miliar, sehingga harta bersih Neneng senilai Rp 37,3 miliar.
Baca juga:
– Nadia Mulya Tagih Janji KPK Untuk Kembangkan Kasus Bank Century
– 21 Anggota DPRD Kota Malang Resmi Jadi Tahanan KPK
Dalam kasus dugaan suap izin proyek pembangunan superblok Meikarta itu, Neneng ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi, Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bekasi, Dewi Trisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi. Praktik suap itu terbongkar saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di dua lokasi, Surabaya dan Bekasi pada 14 hingga 15 Oktober.